B Hukum Kontrak Jual Beli Menurut Hukum Perdata Internasional 38. 1. Asas-Asas Hukum Perdata Internasional. Dalam Hukum Perdata Internasional dikenal beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan dalam penyusunan kontrak sehingga terhindar unsur-unsur yang merugikan para pihak membuat suatu kontrak yang mereka sepakati dan hal itu tetap berlaku UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia menganut paham demokrasi yang artinya kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini tercermin dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sesuaiisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam hal Menimbang: disebutkan, "bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan Melihatdari prinsip-prinsip system hukum yang ada, Indonesia termasuk dalam Negara yang menganut system hukum Eropa Kontinental. Selain daripada bahwa Indonesia ketika dilihat dari aspek sejarah bahawa Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-indie), juga disebutkan diatas bahwa system eropa kontinental merukan system hukum yang berkembang di eropa. pedomandalam usaha mencari kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas sesuatu ketentuan hukum dalam hukum materiil, 32 Mohammad Taufik Makarao, Suharsil, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm.1-2. 33 Ibid 34 S.M.Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri , Pradya Paramita, Jakarta, 1971, hlm.5. PengertianSistem Hukum Eropa Kontinental. Sistem Hukum Eropa Kontinental - Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya.Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini. Kedua klasifikasi tersebut membantu menjelaskan premis-premis hukum, sehingga membuat pembentuk undng-undang, hakim, pengacara, dan pengajar hukum menyadari prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang terkait dalam tiap-tiap persoalan khusus. Dengan kata lain, klasifikasi tersebut membantu menghubungkan antara prinsip hukum dan praktiknya. Indonesiaadalah negara yang menganut system Hukum Kode, dimana penyajian laporan keuangannya adalah untuk "penyajian wajar" bukan untuk "kebenaran dan kewajaran". Konvergensi yang dilakukan Indonesia dengan IFRS adalah, masih sedikit SAK di Indonesia yang sama dengan IFRS, yaitu tentang penyusutan, akuntansi untuk kerugian, leases sEbTfTi. BerandaKlinikIlmu HukumProses Pembentukan U...Ilmu HukumProses Pembentukan U...Ilmu HukumKamis, 2 Maret 2023Bagaimana tahapan atau proses pembentukan undang-undang di Indonesia?Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Proses pembentukan undang-undang sendiri dibagi menjadi 5 proses. Apa saja proses tersebut? Bagaimana peraturannya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Proses Pembentukan Undang-Undang yang dibuat oleh Ilman Hadi dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 10 Oktober 2012, yang dimutakhirkan pertama kali pada Selasa, 24 Maret 2020, kemudian dimutakhirkan kedua kali pada Kamis, 7 Juli informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra itu Undang-Undang?Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.[1]Kemudian, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[2]Adapun, pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, dan pengundangan.[3]Lebih lanjut, undang-undang adalah salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang proses pembentukannya dapat membutuhkan waktu yang cukup lama. Ukuran lama atau tidaknya dapat dilihat dari proses pembentukan undang-undang itu sendiri, yang meliputi beberapa tahapan atau prosedur yang harus dilalui. Pada dasarnya, tahapan dimulai dari perencanaan dengan menyiapkan Rancangan Undang-Undang “RUU”, RUU dibuat harus disertai dengan naskah akademik, kemudian tahap pembahasan di lembaga legislatif hingga tahap pengundangan.[4]Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa undang-undang yang telah ditetapkan dan diundangkan tentu telah melalui proses yang sangat panjang, yang pada akhirnya disahkan menjadi milik publik dan sifatnya terbuka serta mengikat untuk umum.[5]Siapa yang Membentuk Undang-Undang?Sistem perundang-undangan di Indonesia hanya dikenal dengan satu nama jenis undang-undang, yakni keputusan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia “DPR”, dengan persetujuan Presiden, dan disahkan Presiden. Selain itu, tidak terdapat undang-undang yang dibentuk oleh lembaga lain. Dalam pengertian lain, undang-undang dibuat oleh DPR.[6]Hal tersebut tercantum dalam Pasal 20 UUD 1945 yang berbunyiDewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Pada dasarnya, fungsi pembentuk undang-undang disebut juga fungsi legislasi. Artinya, DPR sebagai lembaga legislatif memiliki tugas pembuatan undang-undang, merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan RUU, baik untuk satu masa keanggotaan DPR maupun untuk setiap tahun, membantu dan memfasilitasi penyusunan RUU usul inisiatif DPR.[7]Materi Muatan Undang-Undang Berdasarkan Pasal 10 ayat 1 UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang adalahpengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang;pengesahan perjanjian internasional tertentu;tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ataupemenuhan kebutuhan hukum dalam Pembentukan Undang-Undang di IndonesiaDalam proses pembentukan undang-undang, terdapat transformasi visi, misi dan nilai yang diinginkan oleh lembaga pembentuk undang-undang dengan masyarakat dalam suatu bentuk aturan hukum.[8]Proses pembentukan undang-undang diatur dalam Pasal 162–173 UU MD3 beserta diatur dalam UU MD3, proses pembentukan undang-undang juga dapat Anda temukan dalam UU 12/2011 beserta perubahannya yang terbagi menjadi beberapa tahap antara lainPerencanaan, diatur dalam Pasal 16 sampai Pasal 42 UU 12/2011;Penyusunan, diatur dalam Pasal 43 sampai Pasal 64 12/2011;Pembahasan, diatur dalam Pasal 65 sampai Pasal 71 12/2011;Pengesahan, diatur dalam Pasal 72 sampai Pasal 74 12/2011; danPengundangan, diatur dalam Pasal 81 sampai Pasal 87 12/ detail, Anda juga dapat menyimak dalam Perpres 87/2014 dan Perpres 76/2021 dengan tahapanPerencanaan RUU Bab II Bagian Kedua Perpres 87/2014;Penyusunan RUU Bab III Bagian Kesatu Perpres 87/2014;Pembahasan RUU Bab IV Bagian Kesatu Perpres 87/2014;Pengesahan/penetapan RUU menjadi UU Bab V Bagian Kesatu Perpres 87/2014; danPengundangan UU Bab VI Bagian Kesatu Perpres 87/2014.Berdasarkan informasi yang dilansir dari laman DPR tentang Proses Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia, berikut adalah intisari proses pembentukan undang-undang di PerencanaanBadan legislatif menyusun Program Legislasi Nasional “Prolegnas” di lingkungan DPR. Pada tahap ini, badan legislatif dapat mengundang pimpinan fraksi, pimpinan komisi, dan/atau masyarakat;Badan legislatif berkoordinasi dengan DPD dan Menteri Hukum dan HAM untuk menyusun dan menetapkan Prolegnas;Prolegnas jangka menengah 5 tahun dan Prolegnas tahunan ditetapkan dengan keputusan PenyusunanPenyusunan naskah akademik oleh anggota/komisi/gabungan komisi;Penyusunan draft awal RUU oleh anggota/komisi/gabungan komisi;Pengharmonisasian, pembulatan, pemantapan, konsepsi RUU yang paling lama 20 hari masa sidang, sejak RUU diterima badan legislatif. Kemudian tahap ini dikoordinasi kembali oleh badan legislatif;RUU hasil harmonisasi badan legislatif diajukan pengusul ke pimpinan DPR;Rapat paripurna untuk memutuskan RUU usul inisiatif DPR, dengan keputusanPersetujuan tanpa perubahanPersetujuan dengan perubahanPenolakanPenyempurnaan RUU jika keputusan adalah “persetujuan dengan perubahan” yang paling lambat 30 hari masa sidang dan diperpanjang 20 hari masa sidang;RUU hasil penyempurnaan disampaikan kepada Presiden melalui surat pimpinan DPR;Presiden menunjuk Menteri untuk membahas RUU bersama DPR, yang paling lama 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima tingkat 1 oleh DPR dan Menteri yang ditunjuk Presiden, yang dilakukan dalam rapat komisi/gabungan komisi/badan legislatif/badan anggaran/pansus;Pembicaraan tingkat 2, yakni pengambilan keputusan dalam rapat disampaikan dari pimpinan DPR kepada Presiden untuk yang telah disahkan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Paripurna DPR Rapat Paripurna DPR adalah rapat anggota yang dipimpin oleh pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPR.[9] Adapun dapat kami jelaskan isi rapat paripurna tingkat 2 dalam proses pembentukan undang-undang, berdasarkan Pasal 69 UU 12/2011 yaituPembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatanpenyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; danpenyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara hal Rancangan Undang-Undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa DPR sebagai lembaga legislatif atau pembentuk undang-undang sejak awal proses perencanaan telah dituntut agar undang-undang yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat di Indonesia. Proses pembentukan undang-undang tidak singkat, bahkan membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk membentuk undang-undang, terdapat 5 lima tahap yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan jawaban dari kami tentang proses pembentukan undang-undang, semoga HukumUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan kedua kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang kedua kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perwakilan Rakyat Indonesia dalam Proses Demokratisasi, DPR RI, 2000;Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018;Saifudin, Proses Pembentukan UU Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan UU, Jurnal Hukum Universitas Islam Indonesia, Vol. 16, No. Edisi Khusus, 2009;DPR RI Bagian Persidangan Paripurna, yang diakses pada Kamis, 2 Maret 2023, pukul WIB;DPR RI Proses Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia, yang diakses pada Kamis, 2 Maret 2023, pukul WIB.[2] Pasal 1 ayat 2 UU 15/2019[3] Pasal 1 ayat 1 UU 15/2019[4] Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018, hal. 50[5] Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018, hal. 50[6] Muhammad Fadli, Pembentukan Undang-Undang yang Mengikuti Perkembangan Masyarakat, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 1, 2018, hal. 51[7] Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dalam Proses Demokratisasi, DPR RI, 2000, hal. 261[8] Saifudin, Proses Pembentukan UU Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan UU, Jurnal Hukum Universitas Islam Indonesia, Vol. 16, No. Edisi Khusus, 2009, hal. 96Tags KUHAP disusun pada masa pemerintahan otoriter. Prinsip-prinsip universal hukum acara pidana perlu acara pidana yang berlaku di Indonesia, terutama UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP, belum sepenuhnya memuat prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia. Oleh karena itu, gagasan untuk mereformasi KUHAP terus bergema, antara lain agar prinsip-prinsip yang umumnya bersifat universal dapat diakomodasi. Perubahan pasti membutuhkan waktu dan kerja keras para pemangku benang merah yang dapat ditarik dari diskusi Online Lecture Series yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya, Institute for Criminal Justice Reform, dan Universiteit Leiden, Rabu 11/5. Facrizal Afandi, Direktur PERSADA UB, mengatakan hukum acara pidana perlu menjaga keseimbangan dan efisiensi. KUHAP, yang dipakai saat ini sebagai ketentuan pokok hukum acara perkara pidana, masih mengadung nuansa otoritarianisme karena disusun dan disahkan pada era pemerintahan otoriter. “Perlu reformasi KUHAP,” Lecture Series kali ini sengaja mengangkat konsep-konsep dasar dalam hukum acara pidana. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, secara khusus menguraikan pentingnya memahami prinsip-prinsip dasar hukum acara pidana. KUHAP tidak secara khusus mengatur prinsip atau asas-asas hukum acara pidana itu dalam pasal tersendiri, melainkan tersebar dalam perundang-undangan.  Selain tak mengatur dalam pasal khusus, KUHAP disusun sebelum terjadinya amandemen UUD 1945. Dalam ranga reformasi hukum, hasil amandemen konstitusi itu perlu dimasukkan ke dalam dari Instituut voor Strafrecht en Criminologie Universiteit Leiden, Belanda, Pina Olcer, menjelaskan bahwa di Belanda pun hukum acara pidana mengalami perubahan. Misalnya pada 1988 dibentuk Moons Commission yang menghasilkan sepuluh laporan yang pada intinya mempeluas mandat dalam proses hukum; dan proyek reformasi hukum acara pidana yang dikerjakan Universitas Tilburg dan Universitas Groningen pada 1994-1998. Tetapi, perubahan yang dihasilkan bukan mengenai prinsip-prinsip atau asas hukum pidana, melainkan penyesuaian dengan perkembangan dan hukum apa saja prinsip atau asas hukum acara pidana yang penting dipahami? Topo menyebutkan tujuh prinsip. Prinsip pertama, persamaan kedudukan di depan hukum tanpa adanya diskriminasi equal treatment for everyone before the law without discrimination. Prinsip ini sejalan dengan Pasal 6 dan 7 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia UDHR, dan Pasal 16 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik ICCPR. Kata ‘equal’ dalam prinsip ini harus dimaksudkan sebagai upaya menghindari diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, orientasi politik, asal muasal, kelahiran dan status kedua, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan hanya dapat dilakukan berdasarkan surat perintah dari pejabat yang berwenang dan dilakukan menurut hukum. Menurut Topo, prinsip ini sejalan dengan perlindungan hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan yang diatur dalam Pasal 3 UDHR. Upaya-upaya paksa yang dikenal dalam hukum acara pidana pada hakikatnya melanggar hak-hak warga negara. Pembatasan hak-hak seseorang dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 menegaskan dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang ketiga lebih dikenal sebagai asas praduga tidak bersalah. Seseorang yang yang dicurigai, ditahan, dan diproses hukum harus dianggap tidak bersalah hingga ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap anyone who is suspected, arrested, detained, prosecuted or brought before a court, must be regarded as innocent until there is a court judgment which declares his/her guilt and which has become final and binding. Rumusan senada terdapat dalam Pasal 8 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Menurut Topo Santoso, elemen-elemen prinsip presumption of innocence ini merupakan prinsip utama perlindungan hak-hak warga negara melalui proses hukum yang adil due process of law, yang mencakup paling tidak perlindungan dari tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum, hak untuk diputuskan pengadilan apakah bersalah atau tidak, sidang yang bersifat terbuka, dan perlindungan hak tersangka/terdakwa untuk membela diri dalam tahapan proses hukum. – Hans Kelsen adalah seorang filsuf dan ahli hukum asal Austria yang dikenal dengan berbagai teori hukum, salah satunya adalah Teori Stufenbau. Bagaimana penerapan teori Hans Kelsen tentang hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia? Menurut Purnadi Purbacaraka dan M. Chidir Ali dalam buku Disiplin Hukum 1990, teori Stufenbau diakomodasi oleh Asas Hierarki lex superiori derogate legi inferiori. Asas Hierarki Menggambarkan adanya hierarki atau tata urut dari hukum yang superior menuju hukum yang Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at dalam buku Teori Hans Kelsen tentang Hukum 2006, norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat adalah inferior. Artinya, Hans Kelsen menggambarkan adanya tata hukum yang melandasi pembuatan hukum suatu negara. Baca juga Fungsi dan Tujuan Hukum Menurut Para Ahli Menurut H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik dalam Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum 2010 tatanan hukum tertinggi dalam pandangan Kelsen adalah berpuncak pada basic norm atau grundnorm norma dasar.Norma dasar tersebut adalah norma superior yang menjadi dasar pembentukan norma lainnya yang lebih inferior. Teori Hans Kelsen diterapkan di Indonesia sebagai hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dari yang superior ke yang lebih inferior adalah Undang-Undang Dasar 1945 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Undang-Undang Peraturan Pengganti Undang-undang Perpu Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden Peraturan Daerah Provinsi Peraturan Daerah Kota atau Kabupaten Peraturan pelaksana seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain Baca juga Fungsi Pancasila dalam Kehidupan Bangsa Indonesia Dari hierarki tersebut terlihat bahwa norma yang paling superior adalah UUD 1945 yang menjadi norma dasar grundnorm. Artinya, semua norma di bawahnya harus dibuat berdasarkan UUD 1945. Lalu, mengapa pancasila tidak dicantumkan dalam tata urut peraturan perundang-undangan di Indonesia? Kedudukan pancasila dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagai norma fundamental, hukum dasar, dan juga sumber dari segala sumber hukum negara. Artinya, UUD 1945 yang menjadi sumber hukum juga terbentuk dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Semua pembuatan hukum dan norma di Indonesia harus sejalan dengan nilai-nilai Pancasila karena Pancasila merupakan dasar yang paling fundamental dalam pembangunan negara Indonesia. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.